Kau tidak apa-apa anak ku..?
Kau tidak apa-apa anak ku..?
Kisah ini saya dengar dari guru saya, “bapak” juga penasehat spiritual saya, almarhum kyai haji abdul halim dhimyathi semoga Allah menerangi kuburnya dan memberikan tempat mulia di sisi-Nya.
Sekedar share, semoga kita dapat memetik hiukmahnya.
Alkisah hiduplah seorang anak laki-laki sebut saja Rijal bersama seorang ibu yang sangat mencintainya, ayahnya telah meninggal ketika usianya masih sangat kecil.
Sang ibu sangat mencintai anaknya. Sebagai orang tua tunggal, dia berusaha menghidupi diri dan anaknya sekuat tenaga. Rijal pun sangat mencintai ibunya, yang sangat sayang kepadanya dan telah banyak berkorban untuk melindungi dan membesarkannya.
Rijal pun telah tumbuh dewasa, dan mengenal seorang wanita. Wanita cantik yang menjadi dambaan semua pria. Dengan kegigihan usahanya, akhirnya sang wanita bersedia menerimanya.
Sang ibu awalnya kurang setuju dengan hubungan keduanya, dia melihat ada kekurangan dalam diri si wanita, penilaian yang didasarkan pandangan seorang wanita sekaligus ibu. Tetapi demi kebahagiaan si anak, sang ibu akhirnya menyetujui pernikahan mereka.
Setelah menikah, Rijal tinggal bersama istrinya. Sang ibu tinggal di rumah lamanya seorang diri.
Rijal sering mengunjungi ibunya untuk melihat keadaan ibu yang di cintainya, begitu pula sang ibu, sering mengunjungi Rijal untuk melihat keluarga anak yang di cintainya.
Ketika Rijal mengunjungi ibunya atau ketika sang ibu mengunjungi anaknya, istri Rijal merasa cemburu, dia merasa Rijal lebih mementingkan ibu dari pada istrinya, dia merasa rijal lebih mencintai ibunya. Makin lama kecemburuan itu berubah menjadi kebencian, ya.. istri Rijal sangat membenci mertuanya.
“ apakah kau mencitai ku wahai suamiku ? “. Tanya istri Rijal suati hari.
“ tentu saja wahai cintaku “. Jawab Rijal.
“ apakah kau mencintaiku lebih dari segalanya dan akan melakukan apa saja demi cinta mu kepadaku ? “. Tanya istri Rijal lagi.
“ tentu saja, aku akan lakukan apa saja demi membuktikan ketulusan cinta ku kepada mu “. Jawab rijal penuh kesungguhan.
“ aku melihat kau lebih mencintai ibumu dari pada aku “ lanjut istri Rijal.
“ aku mencintainya karena dia ibuku “. Bela Rijal.
“ aku ingin kau mencintaiku lebih dari segalanya wahai suamiku ! buktikan pengakuan cinta tulusmu kepadaku ! “. Bentak istri Rijal.
“ dengan apa aku harus membuktikan cinta tulusku kepadamu cintaku ? “. Tanya rijal pasti.
“ buktikan cintamu dengan membawa kepala ibumu kehadapanku ! “.
“ maksudmu… aku harus membunuh ibuku ?? “ Rijal memastikan seakan tidak percaya.
“ aku tidak main-main Rijal ! kau pilih aku atau ibumu ! “ bentak istri Rijal lagi, “ jika kau tidak membawa kepala ibumu, aku akan pergi meninggalkanmu ! “.
Rijal terdiam, bingung terpaku. Bagai disambar petir, menghadapi dilema besar dalam hidupnya. Dia sangat mencintai istrinya yang sangat cantik, yang dahulu dia berusaha mati-matian untuk mendapatkan hatinya. Di sisi lain dia juga sangat mencintai ibunya yang sangat mencintainya, yang telah banyak berkorban untuk melindungi dan membesarkannya sejak kecil.
Rijal yang masih bingung dalam dilema terus dikompori oleh sang istri untuk membuktikan cintanya. Lama kelamaan hati Rijal mulai gelap, dia mulai takut kehilangan wanita cantik yang dicintainya.
“ kau datang sendiri saja jal ? “ Tanya sang ibu ketika Rijal datang di sore hari.
“ istriku kurang enak badan bu, dia sedang istirahat di rumah “. jawab Rijal.
“ oh.. semoga istrimu cepat sembuh jal. kau sudah makan ? di dapur masih ada masakan ibu tadi siang, makanlah “.
Sang ibu telah terlelap tidur di kamarnya. Rijal mulai beranjak untuk melaksanakan niatnya membuktikan cinta kepada istrinya.
“ Dia adalah ibumu sendiri Rijal, yang telah mengandungmu selama 9 bulan, yang telah mempertaruhkan nyawanya untuk melahirkan mu, yang telah berkorban untuk melindungi dan membesarkanmu sejak kecil sampai kau dewasa, tega kah kau membunuhnya demi wanita yang baru beberapa tahun kau kenal ? “. Hati kecil Rijal mulai berontak.
Rijal mulai ragu untuk melaksanakan niatnya. Akan tetapi kata-kata istrinya yang mengiang di telinga Rijal mulai memanasinya untuk melaksanakan pekerjaan terkeji dalam hidup seorang manusia. Mendurhakai ibu kandungnya, bukan hanya itu.. membawa kepala ibu yang telah mengandung, melahirkan dan membesarkannya dengan kasih sayang demi pembuktian cinta.
Hati Rijal kembali gelap, berontak hati kecilnya tertutup oleh ngiang nyanyian sang istri “ kau pilih aku atau ibumu ! “. Dengan sebilah golok tajam yang ia persiapkan dari rumahnya, Rijal berjalan memasuki kamar ibunya.
Sang ibu terlelap dengan tenang dalam tidurnya, tenang karena merasa aman dengan kehadiran anak laki-laki yang selama ini dia besarkan dengan kasih sayang.
Rijal semakin dekat dengan ranjang dimana sang ibu terlelap tenang. Hati kecil yang berontak sama sekali tak meringankan langkah kaki Rijal. Kemudian dengan hati yang sudah sangat keras dan gelap, tanpa ragu Rijal menggorok leher sang ibu. Ibu Rijal tetap bergeming dalam lelap tenangnya, terlelap tenang karena merasa aman dengan kehadiran anak kesayangannya, dan akhirnya terlelap tenang untuk selamanya.
Rijal membungkus kepala ibunya dan beranjak pulang ke rumahnya.
Awan gelap menyelimuti langit, sebagaimana kegelapan menutup hati Rijal. Hujan pun mulai turun dengan deras, di iringi petir yang menyambar-nyambar, langit seakan murka dengan kekejian yang terjadi malam itu. Rijal sudah tidak sabar ingin sampai di rumah dan menunjukan bukti cinta kepada istrinya, hujan deras dan kilatan petir yang menyambar tidak di hiraukannya, dia terus berlari menuju rumahnya.
Hujan deras membuat tanah yang Rijal lalui menjadi licin, akan tetapi semangat Rijal untuk memperlihatkan bukti cinta tidak membuatnya memperlambat larinya. Akhirnya Rijal terpeleset dan terjatuh, bungkusan kepala ibunya terlepas dan terjatuh beberapa hasta darinya.
Rijal masih tertelungkup dengan wajah berlumuran lumpur, dia berusaha untuk bangun. Bersamaan dengan itu dia lihat kepala ibunya memandang ke arahnya, wajah yang tenang dan damai, tiba-tiba mimik wajah sang ibu memperlihatkan kekhawatiran. Lalu Rijal mendengar suara yang tidak asing, yang keluar dari kepala di hadapannya “ hati-hati nak.. kau tidak apa-apa anakku..? ”.
Rijal terpaku, tubuhnya lemas, hatinya yang gelap dan keras mulai meleleh, mengalirkan air mata penyesalan.
Terkadang kita merasa orang tua kita egois terutama ibu, tidak mau menuruti keinginan kita, selalu melarang, selalu ingin di dengar.
Tapi pernahkah kita membuka mata kita untuk memandang sebagai mereka memandang ? pandangan kasih sayang kepada anak-anak yang telah mereka kandung selama 9 bulan, pandangan kasih sayang kepada anak yang mereka lahirkan ke dunia dengan taruhan nyawa, pandangan mereka kepada anak yang mereka susui selama 2 tahun, pandangan mereka kepada anak yang mereka telah berkorban untuk melindungi dan membesarkannya… pandangan kasih sayang seorang ibu..
Kita terkadang tidak menyadari, bahwa diri kita lah yang mungkin telah egois, yang selalu ingin di turuti, yang hanya memandang kepentingan sendiri.
Bukalah mata kita, dan memandanglah dengan pandangan mereka, sebelum kita berbuat sesuatu yang akan menghasilkan penyelasan.
Ditulis oleh : elfadhl elbantany
Kisah ini saya dengar dari guru saya, “bapak” juga penasehat spiritual saya, almarhum kyai haji abdul halim dhimyathi semoga Allah menerangi kuburnya dan memberikan tempat mulia di sisi-Nya.
Sekedar share, semoga kita dapat memetik hiukmahnya.
Alkisah hiduplah seorang anak laki-laki sebut saja Rijal bersama seorang ibu yang sangat mencintainya, ayahnya telah meninggal ketika usianya masih sangat kecil.
Sang ibu sangat mencintai anaknya. Sebagai orang tua tunggal, dia berusaha menghidupi diri dan anaknya sekuat tenaga. Rijal pun sangat mencintai ibunya, yang sangat sayang kepadanya dan telah banyak berkorban untuk melindungi dan membesarkannya.
Rijal pun telah tumbuh dewasa, dan mengenal seorang wanita. Wanita cantik yang menjadi dambaan semua pria. Dengan kegigihan usahanya, akhirnya sang wanita bersedia menerimanya.
Sang ibu awalnya kurang setuju dengan hubungan keduanya, dia melihat ada kekurangan dalam diri si wanita, penilaian yang didasarkan pandangan seorang wanita sekaligus ibu. Tetapi demi kebahagiaan si anak, sang ibu akhirnya menyetujui pernikahan mereka.
Setelah menikah, Rijal tinggal bersama istrinya. Sang ibu tinggal di rumah lamanya seorang diri.
Rijal sering mengunjungi ibunya untuk melihat keadaan ibu yang di cintainya, begitu pula sang ibu, sering mengunjungi Rijal untuk melihat keluarga anak yang di cintainya.
Ketika Rijal mengunjungi ibunya atau ketika sang ibu mengunjungi anaknya, istri Rijal merasa cemburu, dia merasa Rijal lebih mementingkan ibu dari pada istrinya, dia merasa rijal lebih mencintai ibunya. Makin lama kecemburuan itu berubah menjadi kebencian, ya.. istri Rijal sangat membenci mertuanya.
“ apakah kau mencitai ku wahai suamiku ? “. Tanya istri Rijal suati hari.
“ tentu saja wahai cintaku “. Jawab Rijal.
“ apakah kau mencintaiku lebih dari segalanya dan akan melakukan apa saja demi cinta mu kepadaku ? “. Tanya istri Rijal lagi.
“ tentu saja, aku akan lakukan apa saja demi membuktikan ketulusan cinta ku kepada mu “. Jawab rijal penuh kesungguhan.
“ aku melihat kau lebih mencintai ibumu dari pada aku “ lanjut istri Rijal.
“ aku mencintainya karena dia ibuku “. Bela Rijal.
“ aku ingin kau mencintaiku lebih dari segalanya wahai suamiku ! buktikan pengakuan cinta tulusmu kepadaku ! “. Bentak istri Rijal.
“ dengan apa aku harus membuktikan cinta tulusku kepadamu cintaku ? “. Tanya rijal pasti.
“ buktikan cintamu dengan membawa kepala ibumu kehadapanku ! “.
“ maksudmu… aku harus membunuh ibuku ?? “ Rijal memastikan seakan tidak percaya.
“ aku tidak main-main Rijal ! kau pilih aku atau ibumu ! “ bentak istri Rijal lagi, “ jika kau tidak membawa kepala ibumu, aku akan pergi meninggalkanmu ! “.
Rijal terdiam, bingung terpaku. Bagai disambar petir, menghadapi dilema besar dalam hidupnya. Dia sangat mencintai istrinya yang sangat cantik, yang dahulu dia berusaha mati-matian untuk mendapatkan hatinya. Di sisi lain dia juga sangat mencintai ibunya yang sangat mencintainya, yang telah banyak berkorban untuk melindungi dan membesarkannya sejak kecil.
Rijal yang masih bingung dalam dilema terus dikompori oleh sang istri untuk membuktikan cintanya. Lama kelamaan hati Rijal mulai gelap, dia mulai takut kehilangan wanita cantik yang dicintainya.
“ kau datang sendiri saja jal ? “ Tanya sang ibu ketika Rijal datang di sore hari.
“ istriku kurang enak badan bu, dia sedang istirahat di rumah “. jawab Rijal.
“ oh.. semoga istrimu cepat sembuh jal. kau sudah makan ? di dapur masih ada masakan ibu tadi siang, makanlah “.
Sang ibu telah terlelap tidur di kamarnya. Rijal mulai beranjak untuk melaksanakan niatnya membuktikan cinta kepada istrinya.
“ Dia adalah ibumu sendiri Rijal, yang telah mengandungmu selama 9 bulan, yang telah mempertaruhkan nyawanya untuk melahirkan mu, yang telah berkorban untuk melindungi dan membesarkanmu sejak kecil sampai kau dewasa, tega kah kau membunuhnya demi wanita yang baru beberapa tahun kau kenal ? “. Hati kecil Rijal mulai berontak.
Rijal mulai ragu untuk melaksanakan niatnya. Akan tetapi kata-kata istrinya yang mengiang di telinga Rijal mulai memanasinya untuk melaksanakan pekerjaan terkeji dalam hidup seorang manusia. Mendurhakai ibu kandungnya, bukan hanya itu.. membawa kepala ibu yang telah mengandung, melahirkan dan membesarkannya dengan kasih sayang demi pembuktian cinta.
Hati Rijal kembali gelap, berontak hati kecilnya tertutup oleh ngiang nyanyian sang istri “ kau pilih aku atau ibumu ! “. Dengan sebilah golok tajam yang ia persiapkan dari rumahnya, Rijal berjalan memasuki kamar ibunya.
Sang ibu terlelap dengan tenang dalam tidurnya, tenang karena merasa aman dengan kehadiran anak laki-laki yang selama ini dia besarkan dengan kasih sayang.
Rijal semakin dekat dengan ranjang dimana sang ibu terlelap tenang. Hati kecil yang berontak sama sekali tak meringankan langkah kaki Rijal. Kemudian dengan hati yang sudah sangat keras dan gelap, tanpa ragu Rijal menggorok leher sang ibu. Ibu Rijal tetap bergeming dalam lelap tenangnya, terlelap tenang karena merasa aman dengan kehadiran anak kesayangannya, dan akhirnya terlelap tenang untuk selamanya.
Rijal membungkus kepala ibunya dan beranjak pulang ke rumahnya.
Awan gelap menyelimuti langit, sebagaimana kegelapan menutup hati Rijal. Hujan pun mulai turun dengan deras, di iringi petir yang menyambar-nyambar, langit seakan murka dengan kekejian yang terjadi malam itu. Rijal sudah tidak sabar ingin sampai di rumah dan menunjukan bukti cinta kepada istrinya, hujan deras dan kilatan petir yang menyambar tidak di hiraukannya, dia terus berlari menuju rumahnya.
Hujan deras membuat tanah yang Rijal lalui menjadi licin, akan tetapi semangat Rijal untuk memperlihatkan bukti cinta tidak membuatnya memperlambat larinya. Akhirnya Rijal terpeleset dan terjatuh, bungkusan kepala ibunya terlepas dan terjatuh beberapa hasta darinya.
Rijal masih tertelungkup dengan wajah berlumuran lumpur, dia berusaha untuk bangun. Bersamaan dengan itu dia lihat kepala ibunya memandang ke arahnya, wajah yang tenang dan damai, tiba-tiba mimik wajah sang ibu memperlihatkan kekhawatiran. Lalu Rijal mendengar suara yang tidak asing, yang keluar dari kepala di hadapannya “ hati-hati nak.. kau tidak apa-apa anakku..? ”.
Rijal terpaku, tubuhnya lemas, hatinya yang gelap dan keras mulai meleleh, mengalirkan air mata penyesalan.
Terkadang kita merasa orang tua kita egois terutama ibu, tidak mau menuruti keinginan kita, selalu melarang, selalu ingin di dengar.
Tapi pernahkah kita membuka mata kita untuk memandang sebagai mereka memandang ? pandangan kasih sayang kepada anak-anak yang telah mereka kandung selama 9 bulan, pandangan kasih sayang kepada anak yang mereka lahirkan ke dunia dengan taruhan nyawa, pandangan mereka kepada anak yang mereka susui selama 2 tahun, pandangan mereka kepada anak yang mereka telah berkorban untuk melindungi dan membesarkannya… pandangan kasih sayang seorang ibu..
Kita terkadang tidak menyadari, bahwa diri kita lah yang mungkin telah egois, yang selalu ingin di turuti, yang hanya memandang kepentingan sendiri.
Bukalah mata kita, dan memandanglah dengan pandangan mereka, sebelum kita berbuat sesuatu yang akan menghasilkan penyelasan.
Ditulis oleh : elfadhl elbantany

